ISD BAB XI "CONTOH KASUS"

/
0 Comments
BAB XI
CONTOH-CONTOH "KASUS" DARI SETIAP BAB


BAB I "Pengantar Ilmu Sosial Dasar"
Polisi Tangkap Pemerkosa Anak Dibawah Umur

Pemerkosan Anak di bawah umur kembali terjadi. Kali itu musibah itu menimpa Kenanga, 12 tahun, bukan nama sebenarnya di Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat. Pemerkosaan yang sudah empat kali terjadi itu, baru dilaporkan korbannya setelah dia tidak diberi uang untuk membeli mie instan oleh tersangka, Jumat (12/5) malam.
Junawan, 21 tahun, tersangka kasus pemerkosaan ini mengaku telah memperkosa Kenanga sejak April lalu. Dia merasa tergoda ketika menonton TV bersama di rumahnya. Kebetulan, Kenanga tinggal satu atap dengan Junawan. Orangtua Kenanga mengontrak rumah di lantai satu, milik orang tua Junawan. Dan,
Keluarga Junawan tinggal di lantai atas. Keluarga itu juga menggunakan akses keluar masuk melewati rumah di lantai satu itu.
Menurut Junawan, pemerkosaan biasa dilakukan sekitar pukul 09.00 hingga 12.00 siang. Karena pada saat itu rumah dalam keadaan sepi. Orang tua Kenanga sedang bekerja. Begitu pula dengan orang tua Junawan yang berdagang daging pergi ke pasar, sedangkan dua adiknya sekolah. “Pada awalnya dia (korban) memberontak, tetapi selanjutnya tidak. Saya selalu mengancamnya bila berani mengadu,” ujar Junawan.
Seusai melakukan pemerkosaan, Junawan selalu memberikan uang kepada Kenanga Rp 10 ribu. Jumat kemarin, kata Junawan, Kenanga minta uang kepadanya untuk membeli mie instan. Karena tak diberi, Kenanga mengadukan perbuatan Junawan kepada orang tuanya. Orang tua Kenanga melaporkan kasus itu ke polisi. Petugas Polsek Cengkareng menangkap Junawan dini hari ini di rumahnya. Kini pemuda pengangguran itu mendekam di sel tahanan Polsek Cengkareng.
REFERENSI
http://el7fazrul7.wordpress.com/2013/12/







BAB II "Penduduk Masyarakat dan Kebudayaan"

KASUS MESUJI-LAMPUNG

MESUJI-LAMPUNG, BeritAnda - Ratusan massa dari penghuni Register 45, yang menamakan diri kelompok Marga Jaya dibantu dari kelompok Karya Jaya, dengan bersenjatakan parang, arit, golok dan senjata lainnya, berkumpul di terminal Simpang Pematang. Entah apa tujuan mereka, sehingga membuat resah dan ketakutan warga Simpang Pematang yang melihat dan menyaksikan kerumunan massa tersebut.
Dari sumber informasi yang didapat, bahwa aksi massa dipicu oleh sekelompok massa yang tidak disebutkan identitasnya, memasuki wilayah mereka dengan menggunakan sajam dan senjata api berjumlah 8 orang, sering melakukan pemalakan dan mengklaim lahan tanaman singkong warga register, sehingga masyarakat pemilik lahan merasa geram dan berencana akan mengepung dan menghakimi para pelaku tersebut.
Namun, berkat kesigapan dan gerak cepat Kapolsek Simpang Pematang AKP Efendi Kotto dibantu oleh Anggota Polsek Mesuji Timur, aksi massa dapat dicegah.
Massa digiring ke halaman Mapolsek Simpang Pematang dan diberi arahan oleh Kapolsek untuk tidak melakukan tindakan anarkis dan main hakim sendiri. “Serahkan kepada pihak keamanan untuk ditangani sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” katanya.
Setelah mendapat penjelasan dan pengarahan dari Kapolsek, massa ahirnya membubarkan diri kembali ke Register 45.
Trubus selaku tokoh warga di kelompok Marga Jaya saat itu tidak tampak dalam kerumunan massa, dan pada saat dikonfirmasi melalui telpon selulernya, sedang berada di Bandar Lampung, dan tidak mengetahui tindakan anak buahnya. “Saya di Bandar Lampung mas, sedang ada keperluan, saya tidak tahu dengan permasalahannya, nanti saya akan hubungi saudara Budi selaku koordinatornya,“ ungkap Trubus kepada BeritAnda.com, Minggu (3/3/2013) kemarin.
Konflik diatas hanya sebagian kecil namun sering terjadi deregister 45 akibat kecemburuan sosial dari masyarakata pribumi dan sekitarnya, DOB Mesuji sedang trend karena kesuburan tanahnya dan pesatnya pembangunan diwilayah tersebut, dimana harga tanah melejit bak harga emas, namun menyimpan sebuah misteri yang sulit untuk dipecahkan.
Konflik lahan berkepanjangan tanpa adanya penyelesaian yang jelas dari berbagai pihak dan seluruh pemangku kepentingan, dipastikan akan menjadi triger (pemicu) meletusnya bom waktu. Itulah Mesuji Lampung sebuah Daerah Otonomi Baru (DOB) yang resmi berpisah dari kabupaten induknya Tulang Bawang, berdasarkan Undang - Undang Nomor 49 pada tahun 2008.
Daerah yang terkenal dengan Register 45 Sungai Buaya seluas 43.100 hektar yang Hak Penguasaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI -red), secara resmi dikuasai oleh pihak perusahaan PT.Silva Inhuttani Lampung ini, kini hanya tersisa kurang lebih 13 .000 hektar, sisanya diklaim oleh para spekulan tanah dengan mengatasnamakan keadilan, kesejahteraan bagi dan atas nama rakyat, yang saat ini menjadi primadona pendatang dari seluruh penjuru Lampung. Bahkan dari luar Lampung yang ingin mencari penghidupan yang lebih layak meskipun mereka tahu itu salah.
Tanah yang dulunya rimbun dengan pepohonan acacia yang dikelola oleh perusahaan dengan udaranya yang segar, mampu menampung 4000 liter air/pohon, dan mampu menyumbang devisa Negara sebesar Rp29 miliar bagi Kabupaten Mesuji, namun saat ini hanya mampu menyumbang Rp680 juta, dan kini yang terlihat hamparan kebun singkong dan rumah-rumah pendatang yang mencari keadilan di negerinya sendiri.
Dan akibat dari semua itu yang menjadi korban adalah masyarakat pribumi serta masyarakat transmigrasi yang berada diwilayah Mesuji. Belum lagi kerawanan-kerawanan lain yang timbul akibat ketidak tegasan pemerintah dalam menangani permasalahan Register.45.
Ketidak tegasan pemerintah dalam melakukan upaya-upaya penyelesaian terhadap para penghuni di Reg.45 serta pelaksanaan hukuman yang sangat ringan bagi para mafia tanah, menimbulkan banyak konflik terhadap kehidupan bermasyarakat di bumi Mesuji.
Belum lagi konflik yang bakal terjadi akibat kecemburuan sosial dari masyarakat pribumi Mesuji, yang notabene adalah masyarakat adat asli penghuni Mesuji sejak jaman penjajahan kolonial Belanda.
Masyarakat Mesuji adalah masyarakat yang cinta damai, namun tegas dalam mengambil sikap apabila bertentangan .Harapan terakhir semoga keamanan, ketentraman serta kedamaian di bumi Mesuji akan tercapai. Dan kepada masyarakat yang menghuni Reg.45 dan rakyat Mesuji (baik masyarakat transmigrasi dan masyarakat pribumi Mesuji), bersatulah untuk membangun Mesuji tercinta, jangan sampai anak ayam mati di lumbung padi, dan hujan batu di negeri sendiri. (Aan)
REFERENSI
http://www.beritanda.com/nasional/berita-nasional/keamanan/12140-kerusuhan-di-mesuji-hampir-terjadi-kembali-.html






BAB III "Individu Keluarga dan Masyarakat
DUNIA ANAK-ANAK TERCEMAR NARKOBA

Narkoba tidak pandang bulu, siapa pun bisa menjadi korbannya tak terkecuali anak-anak dan remaja. Dari 4 juta pengguna narkoba, 70 persen di antaranya adalah mereka yang berusia 14 hingga 20 tahun. Mengapa hal ini bisa terjadi? Berikut laporannya.
Tak salah jika kita mengatakan dunia anak-anak dan remaja adalah masa yang paling indah. Jika kita isi dengan hal-hal yang menyenangkan namun dunia ini akan menjadi neraka ketika mereka terjebak dalam lingkaran setan narkoba.
Lihat saja anak-anak ini rata-rata mereka yang terlibat narkoba ini telah terlibat sejak usia dini. Awalnya mereka menjadi korban kemudian secara kecil-kecilan menjadi pengedar atau kurir. Biasanya anak-anak ini mulai mencoba menghisap ganja, kemudian berlanjut kepada obat-obatan jenis psikotropika lainnya. Selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan akan obat terlarang ini. Mereka bisa menjadi pengedar kecil-kecilan.
Keterlibatan anak-anak ini juga dikarenakan mudahnya mereka mendapatkan barang-barang haram ini. Mulai dari nongkrong-nongkrong di warung hingga mendatangi langsung sang bandar untuk membelinya.Tak bisa dipungkiri anak-anak turut menjadi korban obat-obatan terlarang. Ironisnya, mereka yang rentan terkena kasus narkoba ini biasanya akibat pengaruh lingkungan seperti mereka yang biasa hidup di jalan dan permukiman kumuh.
Menurut penelitian organisasi perburuhan internasional sekitar 20 persen anak-anak di Jakarta terlibat dan menjadi korban narkoba. Kendati data pertahunnya tersangka kasus anak-anak menurun namun tetap saja mengkhawatirkan.
Selain kepolisian, orang tua tentunya harus menjadi ujung tombak dalam perang melawan narkoba ini. Pasalnya deteksi awal gejala pengguna narkoba bisa dilakukan oleh orang tua para pengguna narkoba ini biasanya menunjukkan gejala menyendiri takut dengan orang lain, mudah tersinggung dan sulit diajak bicara. Tentunya peran masyarakat harus lebih besar dalam mencegah peredaran barang haram ini.
Opini : peredaran narkoba semakin marak terjadi dan kebanyakan dari pemaikainya adalah remaja atau anak-anak, bahkan ada yang sudah sejak dini menggunakan barang haram tersebut dan biasanya dikarenakan oleh faktor lingkungan, keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu para orangtua harus bisa lebih dekat dengan anak-anak mereka dan memberitahu mana yang baik dan tidak, tidak hanya itu di perlukan adanya bimbingan disekolah mengajarkan mereka untuk memerangi narkoba dan masyarakat juga harus bertindak agar peredaran narkoba menjadi berkurang.
Referensi
http://jekyjulian.wordpress.com/2012/11/13/contoh-kasus-individukeluarga-dan-masyarakat







BAB IV "Pemuda dan Sosialisasi"

Tawuran Pemuda/Pelajar

Belum lama ini dunia pendidikan di hebohkan dengan berita tawuran antar pelajar SMA di daerah jakarta selatan, hal ini mengakbiatkan seorang pelajar tewas. tawuran pelajar ini merupakan salah satu bentuk sikap negatif pemuda khususnya di kalangan pelajar yang meresahkan masyarakat. Kurangnya pemahaman mengenai rasa bersosialisasi antar manusia mengakibatkan seorang pemuda merasa dirinya tidak memerlukan siapapun , dan merasa dirinya paling hebat, namun hal seperti itulah yang akan membuat pemuda tersebut terlihat bodoh.
Para peneliti menyimpulkan bahwa terdapat lima faktor yang menyebabkan terjadinya tawuran pelajar , yaitu:
Siswa yang terlibat tawuran pelajar berasal dari keluarga yang tidak harmonis;
Siswa yang terlibat tawuran berasal dari sekolah yang berkualitas buruk dan berdisiplin rendah;
Siswa yang terlibat tawuran adalah siswa yang tingkat kecerdasan dan prestasi belajarnya rendah;
Siswa yang terlibat tawuran adalah pecandu narkoba; dan
Siswa yang terlibat tawuran berasal dari keluarga yang tidak mampu.
Jika kita sejenak menengok ke belakang ketika masa penjajahan berlangsung di bangsa Indonesia , Pemuda merupakan generasi penerus sebuah bangsa, kader bangsa, kader masyarakat dan kader keluarga. Pemuda selalu diidentikan dengan perubahan, betapa tidak peran pemuda dalam membangun bangsa ini, peran pemuda dalam menegakkan keadilan, peran pemuda yang menolak kekeuasaan.
Indonesia merdeka berkat pemuda-pemuda Indonesia yang berjuang seperti Ir. Sukarno, Moh. Hatta, Sutan Syahrir, Bung Tomo dan lain-lain dengan penuh mengorbankan dirinya untuk bangsa dan Negara.
Sekarang Pemuda lebih banyak melakukan peranan sebagai kelompok politik dan sedikit sekali yang melakukan peranan sebagai kelompok sosial, sehingga kemandirian pemuda sangat sulit berkembang dalam mengisi pembangunan ini.
Peranan pemuda dalam sosialisi bermasyrakat sungguh menurun dratis, dulu bisanya setiap ada kegiatan masyarakat seperti kerja bakti, acara-acara keagamaan, adat istiadat biasanya yang berperan aktif dalam menyukseskan acara tersebut adalah pemuda sekitar. Pemuda sekarang lebih suka dengan kesenangan
Selaku Pemuda kita dituntut aktif dalam kegiatan-kegiatan masyarakat, sosialisasi dengan warga sekitar. Kehadiran pemuda sangat dinantikan untuk menyokong perubahan dan pembaharuan bagi masyarakat dan negara. 
REFERENSI
http://gfebriani18.blogspot.com/2012/10/pemuda-dan-sosialisasi.html







BAB V "Warganegara dan Negara"

Perkawinan Campuran

yaitu dalam hal perkawinan campuran antara negara asli indonesia dengan Negara Lain, dalam perundang-undangan di Indonesia, perkawinan campuran didefinisikan dalam Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 57 : ”yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia”.
Persoalan yang rentan dan sering timbul dalam perkawinan campuran adalah masalah kewarganegaraan anak. UU kewarganegaraan yang lama menganut prinsip kewarganegaraan tunggal, sehingga anak yang lahir dari perkawinan campuran hanya bisa memiliki satu kewarganegaraan, yang dalam UU tersebut ditentukan bahwa yang harus diikuti adalah kewarganegaraan ayahnya. Pengaturan ini menimbulkan persoalan apabila di kemudian hari perkawinan orang tua pecah, tentu ibu akan kesulitan mendapat pengasuhan anaknya yang warga negara asing.
Definisi anak dalam pasal 1 angka 1 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah : “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.
Dengan demikian anak dapat dikategorikan sebagai subjek hukum yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Seseorang yang tidak cakap karena belum dewasa diwakili oleh orang tua atau walinya dalam melakukan perbuatan hukum. Anak yang lahir dari perkawinan campuran memiliki kemungkinan bahwa ayah ibunya memiliki kewarganegaraan yang berbeda sehingga tunduk pada dua yurisdiksi hukum yang berbeda. Berdasarkan UU Kewarganegaraan yang lama, anak hanya mengikuti kewarganegaraan ayahnya, namun berdasarkan UU Kewarganegaraan yang baru anak akan memiliki dua kewarganegaraan.
SUMBER

http://el7fazrul7.wordpress.com/2013/12/






BAB VI "Pelapisan Sosial dan Persamaan Derajat"
Kekerasan pada Pembantu Rumah Tangga

Empat tahun lalu, Ika (25) jauh datang dari Singkawang ke Bekasi agar bisa mandiri meski menjadi pembantu rumah tangga. Namun, ia mesti mengalami nasib naas dianiaya majikannya. Berikut penuturannya saat ditemui, Sabtu (5/8) di Bekasi
Tak pernah terbersit dalam pikiranku bakal mengalami peristiwa pahit seperti ini dalam hidupku. Sejak kecil, aku dibesarkan dengan penuh kasih sayang oleh kedua orang tuaku. Meski hanya menjadi petani di Singkawang, Kalimantan Barat, mereka tak pernah memarahi apalagi memukulku. Di keluarga, aku anak keempat dari tujuh bersaudara, dan satu-satunya anak perempuan yang belum menikah. Kelima saudaraku yang lain laki-laki.
Aku tak mau menjadi beban bagi keluargaku. Meski hanya lulusan SD, aku ingin hidup mandiri dan punya uang sendiri. Itu sebabnya, dengan tekad bulat aku minta izin pada orang tuaku untuk mencari pekerjaan di kota, yang jaraknya satu jam perjalanan dengan bus dari rumah. Aku diizinkan. Pada awal tahun 2003 itu, aku tinggal di rumah kenalan bersama beberapa orang lain yang juga sedang mencari pekerjaan. Kenalanku itu bukan agen tenaga kerja. Aku hanya menumpang di sana.
Sebulan kemudian, datang Bu RY, wanita asli Singkawang yang kemudian menjadi majikanku. Bu RY adalah teman si pemilik rumah. Dia sedang mencari pembantu untuk bekerja di rumahnya di Bekasi. Ia menanyakan kesediaanku. Aku setuju.
Setelah sempat pulang ke rumah orang tua untuk minta izin dan membawa baju seadanya, Februari 2003 aku berangkat ke Bekasi bersama Bu RY. Berdua kami naik kapal. Aku senang, apalagi dijanjikan digaji Rp 200 ribu per bulan. Jumlah yang menurutnya cukup besar.

KENYANG DIPUKULI
Setiba di rumah Bu RY, aku segera bekerja. Tugasku menyapu, mengepel, menanak nasi, mencuci baju, membersihkan rumah, dan mengasuh anak tunggalnya yang berusia sembilan tahun. Awalnya, Bu RY mengajariku cara memasak, mencuci dan lain-lainnya sesuai keinginannya. Aku menurut saja. Layaknya manusia, aku juga membuat kesalahan. Awalnya, Bu RY hanya menasihatiku.

Namun, lama-kelamaan dia mulai marah tiap kali aku dianggapnya bersalah. Salah memotong sayur saja, aku mendapat tamparan. Namun, kalau merasa tidak melakukan kesalahan, aku mencoba membela diri. Aku tak sadar, ucapanku itu justru menjadikannya makin marah dan makin getol menamparku. Dia juga semakin murka kalau aku berteriak kesakitan akibat pukulannya. Sejak itu, diperlakukan sekasar apa pun, aku hanya diam.

Sikap majikanku tidak berhenti, tapi sikapnya malah semakin menjadi. Bahkan, bila dia sedang kesal karena persoalan lain, akulah yang dijadikan sasaran. Rasanya aku kenyang dipukuli setiap hari. Seolah tak puas hanya menampar, dia juga mulai menganiayaku dengan cara lain. Punggungku dihajar dengan gagang sapu, sedangkan merang sapunya dilapkan ke wajahku.

Pernah saat dia sedang kesal, aku kembali dimarahi. Waktu itu aku sedang mencuci sambil berjongkok. Aku memilih diam saja karena tak ingin mendapatkan pukulan lagi. Tapi tetap saja dia kesal. Pantatku ditendang hingga aku jatuh terjerembab. Dia juga sering mencakar wajah, leher, dan tengkukku dengan kuku-kuku tangannya yang panjang. Bekas lukanya sampai sekarang sangat banyak dan tak hilang.

Sambil mengomel, dia juga sering mencubit telinga kiriku sampai berdarah. Lalu, tanpa menunggu hitungan jam, dia menampar telingaku yang masih berdarah itu. Rasanya perih bukan main. Sebab, belum juga sembuh, telingaku kembali dicubit dan ditampar berkali-kali. Sekarang, daun telingaku jadi cacat, berlipat-lipat dan penuh bekas luka.

Belum lama ini, waktu aku sedang menyeterika, Bu RY kembali mengomel. Aku dianggapnya lambat bekerja. Tiba-tiba saja dia mengambil seterika panas itu dan menempelkannya ke tangan kiriku. Sakitnya bukan main, tapi aku tak berani mengaduh. Sampai sekarang, bekas luka masih terpampang panjang di tanganku. Belakangan ini, tiap marah dia juga langsung mengambil gunting dan memotong rambutku seenaknya.

Itu sebabnya, rambutku jadi tak beraturan begini. Entah apa maksudnya melakukan hal itu. Suami Bu RY yang bekerja sebagai PNS di Polda Metro Jaya, sebetulnya tahu aku dipukuli, tapi tidak berbuat apa-apa. Malah, dia menyuruh istrinya untuk memukulku, bila aku dianggap jorok karena berbicara dengan orang lain. Tak hanya itu, anaknya pun gemar memarahi, menendang, dan memukulku dengan gagang sapu bila kuminta mengerjakan PR. Tapi Bu RY tak tahu.

SUMBER
http://kasuspembantu.blogspot.com/2007/08/ratapan-pembantu-disiksa-majikan.html








BAB VII "Masyarakat Perdesaan dan Perkotaan"

Perbedaan Keinginan
Sebagai contoh, bagi masyarakat perkotaan, ketika mereka ingin berlibur, pasti mereka ingin berlibur di suatu desa yang sejuk dan damai, yang jauh dari kebisingan kota yang selama ini bergulat dengannya. Begitu pula bagi masyarakat pedesaan, ketika merasa pekerjaan di desa sudah tidak mencukupi lagi, pasti mereka ingin hijrah ke kota untuk mengadu nasib yang lebih baik lagi. Di sini terjadi hubungan antara keduanya. Ketika salah seorang dari  kota pergi berlibur ke suatu desa, mereka bertemu dengan penduduk di desa tersebut. Dia bisa saja membawa salah satu dari orang desa tersebut untuk bekerja di kota karena ia melihat pekerjaan di desa sudah tidak mendukung dan masih banyak pekerjaan di kota yang menjanjikan
. Di sinilah peran masyarakat kota untuk membuat lapangan pekerjaan untuk orang-orang dari desa yang hijrah ke kota. Jika semakin banyak masyarakat desa yang hijrah ke kota, maka seharusnya semakin banyak pula lapangan pekerjaan yang harus disediakan. Tapi, jika lapangan pekerjaan yang disediakan sedikit, sedangkan masyarakat desa yang hijrah ke kota semakin banyak, maka justru akan terjadi peningkatan angka pengangguran di kota.

SUMBER
http://rizkifathur.blogspot.com/2013/01/contoh-kasus-masyarakat-pedesaan-dan.html






BAB VIII "Pertentagan Sosial dan Integritas Masyarakat"

Waspada Konflik


Pontianak – Konflik lahan perkebunan kembali terjadi. Bupati Kubu Raya, Muda Mahendrawan menuai kritikan karena dianggap mengintervensi kasus hukum. Sedangkan Muda memandang persoalan tersebut lebih kepada pentingnya kondusivitas masyarakat.
“Dalam proses penyidikan yang sedang berjalan di Polres Pontianak, Bupati melalui suratnya Nomor 188/0613/HK dianggap melakukan intervensi,” ujar M Sadik Aziz, mantan Kepala Dinas Perkebunan, Kehutanan dan Pertambangan (Disbuhutam) KKR saat bertandang ke Graha Pena Equator, Kamis (28/7).
Intervensi yang dimaksud Sadik, terjadi karena dalam surat tersebut Muda meminta agar proses penyidikan atau proses hukum terhadap kasus PT CTB ditunda. Ia juga meminta agar kasus itu dikoordinasikan dulu kepada bupati selaku pemerintah daerah. “Ini sangat naïf sekali,” ujar Sadik.
Sadik yang menjabat sebagai Ketua Forum Kelompok Pelestari Sumber Daya Alam (KPSA) Kalbar itu menceritakan secara detail kisruh PT Sintang Raya dengan PT CTB.
Menurut Sadik, PT Sintang Raya dalam melaksanakan aktivitasnya didahului dengan mendapat legalitas berupa izin prinsip pengembangan perkebunan kelapa sawit dari Bupati Kabupaten Pontianak (sebelum KKR terbentuk). Izin bernomor 503/0587/I-Bappeda tanggal 24 April 2003 itu berada di Kecamatan Kubu yang sekarang menjadi Kabupaten Kubu Raya.
PT Sintang Raya kemudian mendapatkan izin lokasi bernomor 400/02-IL/2004 tertanggal 24 Maret 2004 dan diperpanjang izin lokasi nomor 25 Tahun 2007 tanggal 22 Januari 2007 seluas 20 ribu hektar oleh Bupati Pontianak sebelum pemekaran. Setelah pemekaran, izin lokasi tersebut dibuatkan sertifikat oleh PT Sintang Raya dengan sertifikat HGU Nomor 4 atas nama PT Sintang Raya, tertanggal 5 Juni 2009 seluas 11.219 hektar oleh Kepala BPN RI.
Selain PT Sintang Raya, di tahun 2007 Bupati Pontianak waktu itu, H Agus Salim, juga menerbitkan izin lokasi PT CTB nomor 361 tertanggal 13 Desember 2007 seluas 19.950 hektar yang lokasinya berada di sekitar izin lokasi PT Sintang Raya. Mengingat izin lokasi tersebut berakhir 12 Desember 2010, Bupati Kubur Raya memberikan perpanjangan izin lokasi nomor 9 Tahun 2011 tanggal 11 Januari 2011 dengan ketentuan berlaku surut sejak 13 Desember 2010 dan berakhir 13 Desember 2011.
Dilanjutkan Sadik, setelah dimekarkan, PT CTB melengkapi perizinan yang dimilikinya berupa izin Amdal Nomor 380 tahun 2009, Izin Usaha Perkebunan (IUP) untuk perkebunan kelapa sawit dan pabrik pengolahan kelapa sawit nomor 429 tahun 2009 tertanggal 9 Desember 2009 dengan luas sekitar 6.150 hektar yang berlokasi di Kecamatan Kubu dan Kecamatan Teluk Pakedai. “Tapi IUP itu diproses oleh Kabag Hukum, bukan oleh saya selaku Kepala Disbunhutam,” kesalnya.
PT CTB juga mendapat rekomendasi gubernur tentang sesuai rencana makro pembangunan kebun di Kalbar nomor 525/50/Ekon-A tertanggal 31 Desember 2009. “Ketiga jenis surat perizinan terakhir (Amdal, IUP, dan rekomendasi gubernur) yang diperoleh PT CTB adalah cacat hukum sebagai akibat PT CTB telah melakukan aktivitas penanaman pada lahan HGU PT Sintang Raya. Luas lahan yang ditanam itu diperkirakan mencapai 1.318,40 hektar, dan dikerjakan satu tahun sebelum izin tersebut terbit,” kata Sadik.
Penanaman yang dilakukan PT CTB, lanjut dia, juga bertentangan dengan amanah undang-undang nomor 18 tahun 2004 tentang perkebunan. “Ini juga bertentangan dengan UU nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” tukas Sadik.
Diberitakan sebelumnya, sebanyak 20 patok bertuliskan pengumuman status quo dipasang di areal 1300 hektar di Desa Dabong, Kecamatan Kubu oleh tim penyidik Polres Pontianak, dibantu jajaran Polsek Kubu bersama-sama tim BPN perwakilan Kubu Raya, Rabu (27/7).
Pemasangan pengumuman ini karena areal tersebut masih bermasalah sehingga dinyatakan status qua agar areal tidak diperbolehkan melakukan aktivitas apapun. Masyarakat sekitar lokasi areal diminta turut mengawasi agar tidak aktivitas perkebunan di areal yang sudah ditanami kelapa sawit seluas 500 hektar berusia kira-kira 2,6 tahun.
Areal itu ditanami sawit oleh PT Cipta Tumbuh Berkembang (CTB) yang diduga tanpa izin usaha perkebunan. Di lain pihak PT Sintang Raya mengklaim memiliki Hak Guna Usaha atas areal itu sejak 2008. (bdu)

SUMBER
http://pandanwulan.wordpress.com/2011/11/29/tugas-ilmu-sosial-dasar-3/




BAB XI "Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Kemiskinan"
Warga miskin Jakarta akan punya dokter pribadi

Ada terobosan lainnya yang akan dilakukan Pemerintah DKI Jakarta periode Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama ini. Selain akan meluncurkan Kartu Jakarta Sehat pada 10 November, Jokowi ingin warga miskin memiliki dokter pribadi. Sehingga penyakit yang diderita bisa segera didiagnosis dan ditangani.
Caranya dengan melibatkan mahasiswa fakultas kedokteran di beberapa universitas yang melakukan praktek kerja nyata. "Ingin sekali setiap rumah tangga miskin punya dokter pribadi," ujar Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, di Balai Kota Jakarta, Sabtu 3 November 2012.
Dengan itu, penyakit yang diderita warga miskin bisa segera diketahui. Jika penyakit yang diderita cukup parah, warga pun bisa langsung dirujuk ke rumah sakit yang terdekat.
Selain itu, kata Basuki, pihak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) membuat standar operasional prosedur (SOP) untuk rujukan agar bisa diterapkan di RSUD milik DKI maupun puskesmas. "Sehingga nantinya warga tidak menyerbu ke RSCM, tapi bisa disebar ke RSUD dan puskesmas di Jakarta," ujarnya.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Dien Emmawati, mengatakan pihaknya bekerja sama dengan 11 universitas yang ada di Jakarta. Antara lain Universitas Indonesia, Trisakti, Atmajaya, Universitas Islam Jakarta, Yarsih, dan Tarumanegara. "Kami akan maksimalkan ko-as (ko-asisten atau asisten dokter) di fakultas kedokteran yang ada di Jakarta," ujarnya.
Menurut Dien, untuk memaksimalkan program itu dibutuhkan 500 tenaga. Sebab ada sebanyak 1,2 juta warga miskin yang harus dilayani. "Se-Jakarta butuh 500 ko-as, untuk melayani 1,2 juta jiwa warga miskin," ujar dia.

 SUMBER
http://www.tempo.co/read/news/2012/11/04/083439562/Warga-Miskin-Jakarta-Bakal-Punya-Dokter-Pribadi







BAB X "Agama dan MAsyarakat"
Kesadaran Umat Islam di Bandung masih lemah

  Bandung - Hasil survey Pusat Data dan Dinamika Umat (PDDU) Yayasan Daarul Hikam menyebut, kesadaran dan kepatuhan umat Islam dalam beribadah di Kota Bandung masih lemah. Sebanyak 600 responden dari 50 kelurahan dan 30 kecamatan di Kota Bandung, baru 47 persen di antaranya yang melakukan salat wajib.
"Kami melakukan riset dengan kuisioner dan wawancara, hasilnya, untuk ibadah mahdhah (khusus), ghairu mahdhah (umum), dan muamalah hasilnya memprihatinkan," kata Direktur PPDU Daarul Hikam, Sodik Mujahid, dalam ekspos profil umat Islam Kota Bandung dan Peringatan Maulid Nabi, Kamis (24/1/2013).
Sodik menyebutkan, baru 47 persen di antara responden yang melaksanakan salat wajib, 24 persen melaksanakan salat tepat waktu, 24 persen salat di mesjid, 18 persen melaksanakan salat sunat rawatib,dan 5 persen yang solat tahajud. Sementara untuk pelaksanaan zakat, kebanyakan masyarakat masih menyalurkan dengan cara sendiri dibanding dengan melalui amil (penyalur zakat).
"Baru 22 persen yang biasa mengeluarkan zakat harta, dan 83 persennya bayar zakat fitrah. Untuk penyaluran, hanya 5 persen yang melalui BAZ dan LAZIS). Sedangkan 71 persennya langsung ke masjid, panti yatim dan pengemis," kata Sodik.
Sementara untuk puasa, baru 77 persen responden melaksanakan puasa wajib di bulan Ramadhan, dan hanya 33 persen yang membayar utang puasa di bulan lain.
"Kemauan dan kemampuan baca Al-Quran juga memprihatinkan berdasarkan survey, baru 56 persen saja yang bisa baca, dan 26 persennya yang mengerti tajwid," ungkapnya.
Lebih lanjut Sodik mengungkapkan, selama ini di Bandung belum ada basis data untuk pelaksanaan dakwah. Diharapkan data ini bisa menjadi awal dari pembenahan dakwah di Kota Bandung.

SUMBER
http://bandung.detik.com/read/2013/01/24/144928/2151434/486/kesadaran-umat-islam-di-bandung-dalam-beribadah-masih-lemah

http://rizkifathur.blogspot.com/2013/01/contoh-kasus-agama-dan-masyarakat.html




You may also like

Tidak ada komentar: